Program bayi tabung (in vitro fertilization/IVF) di Indonesia kini sudah mengalami kemajuan
pesat dan memiliki kualitas yang tidak kalah dengan program IVF dari luar
negeri. Teknologi terkini itu, mampu menurunkan risiko kegagalan bayi tabung,
terlebih saat memilih sel telur dan sel sperma unggul. Tehnik menyuntikkan satu
sel sperma ke dalam sel telur untuk menciptakan pembuahan, juga sudah bisa
dilakukan di klinik IVF di Indonesia. Tehnik penyuntikan sperma ini dilakukan
supaya tidak mengganggu materi sel telur. Tehnik ini, katanya, salah satu cara
yang membuat program bayi tabung IVF di Indonesia memiliki tingkat keberhasilan
tinggi, yaitu 40 persen, serupa dengan tingkat keberhasilan di luar negeri. Tidak
hanya peralatan dan laboraturium, namuan kualitas tenaga medis di Indonesia
dikatakan tidak kalah, bahkan beberapa dokter memiliki kemampuan melebihi
dokter di luar negeri.
Beberapa
pasangan mungkin bisa menggunakan jasa program bayi tabung untuk mendapatkan
keturunan. Namun biaya yang cukup tinggi masih menjadi kendala utama bagi
pasangan lain yang kesulitan mendapatkan keturunan. Karena program bayi tabung tersebut
menjadi salah satu pilihan pasangan suami istri yang sulit memperoleh anak.
Namun, hingga kini banyak yang mengeluhkan mahalnya mendapatkan bayi dengan
teknik rekayasa produksi ini. Selain tingginya biaya, SDM spesialis bayi tabung
ini juga masih sangat sedikit. Padahal, banyak pasangan yang memerlukan
konsultasi dan bantuan agar memiliki keturunan. Lantas, faktor apa yang
meyebabkan mahalnya program ini?
Biaya
untuk melakukan program bayi tabung di Indonesia berkisar antara Rp 60 juta dan
Rp 70 juta untuk satu kali siklus, mulai dari merangsang keluarnya sel telur
hingga transfer embrio ke dalam rahim. Siklus ini bukan didasarkan atas
keberhasilan kehamilan. Untuk bisa berhasil, pasangan yang melaksanakan bayi
tabung umumnya harus melakukan lebih dari satu kali siklus.
Sebagai
perbandingan, proses bayi tabung di Malaysia diperkirakan 1.000 ringgit
Malaysia (sekitar Rp 30 juta). Mahalnya biaya bayi tabung di Indonesia
disebabkan pajak obat-obatan yang digunakan.
Sekretaris
Jenderal Perfitri Budi Wiweko menambahkan, mahalnya biaya bayi tabung juga
disebabkan sebagian besar asuransi tidak menanggung proses ini. ”Persoalan
infertilitas atau ketidaksuburan masih dianggap bukan penyakit,” ungkapnya.
Mahalnya biaya
ini membuat sebagian masyarakat enggan untuk melakukan bayi tabung. Padahal,
jumlah pasangan tak subur di Indonesia cukup tinggi. Badan Pusat Statistik
menyebut pada tahun 2008 ada 3,9 juta pasangan tak subur. Dari jumlah tersebut,
ada sekitar 200.000 pasangan potensial untuk melakukan bayi tabung.
Pada tahun 2010,
jumlah siklus pembuatan bayi tabung di Indonesia baru mencapai 2.000 siklus.
Padahal, Indonesia sudah mengenal teknik ini sejak tahun 1987. Sedangkan
Vietnam yang baru mengenal bayi tabung pada tahun 1999 sudah memiliki 6.000
siklus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar